UU no. 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan
dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting
dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan
pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan
pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan
nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar
bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi
yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar,
melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang
dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan
teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan
kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Pengertian dari Istilah dalam UU No. 36 Tahun 1999
Berikut adalah beberapa pengertian yang terdapat
dalam UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi:
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,
dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau
sistem elektromagnetik lainnya.
Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan
yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat
telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi.
Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala
sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi.
Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat
telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi.
Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan,
koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha
swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara.
Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan
telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas
manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan
kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk
mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan
kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.
PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Pasal 7
(1) Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
a. penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b. penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.
(2) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi,
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b. mengantisipasi perkembangan teknologi dan
tuntutan global;
c. dilakukan secara profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan;
d. peran serta masyarakat.
Pasal 8
(1) Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk
maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yaitu :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c. badan usaha swasta; atau
d. koperasi.
(2) Penyelenggaraan telekomunikasi khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh :
a. perseorangan
b. instansi pemerintah;
c. badan hukum selain penyelenggara jaringan
telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
(3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan
telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
(1) Penyelenggara jaringan telekomunikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat menyelenggarakan jasa
telekomunikasi.
PENYIDIKAN
Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen
yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b. melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau
badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c. menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai saksi atau tersangka;
e. melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat
telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana
di bidang telekomunikasi;
f. menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk
melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi; g. menyegel dan atau menyita
alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga
berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan .
i. mengadakan penghentian penyidikan
(3) Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diiaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1),
Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1),
Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2),
Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
(1) Sanksi admiriistrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 berupa pencabutan izin.
(2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta
rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda
paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit,
memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik
Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
(1) Barang siapa yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak
Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling
Iama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan
dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52
atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal
48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal
56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.
#Referensi :
http://indrinovii.blogspot.com/2014/04/undang-undang-no-36-tahun-1999-tentang.html
http://ryunana.blogspot.com/2014/05/uu-no-36-tentang-telekomunikasi.html
http://dittel.kominfo.go.id/wp-content/uploads/2013/06/36-TAHUN-1999.pdf
0 komentar:
Posting Komentar